www.smartlink.biz.id - Kabar gembira untuk para guru honorer yang selama ini belum tersentuh bantuan atau tunjangan apapun.
Kemendikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah) berencana untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada para guru honorer yang bukan aparatur sipil negara (non-ASN) di bulan Juli tahun 2025.
Dirjen GTKPG (Direktur Jenderal untuk Guru dan Tenaga Kependidikan serta Pendidikan Guru) Kemendikdasmen, Nunuk Suryani, menjelaskan bahwa dukungan ini ditujukan kepada para guru honorir yang sudah tercatat di Dapodik (Data Pokok Pendidikan), tetapi belum pernah mendapatkan bantuan sosial dari Kementserian Sosial atau berbagai tunjangan lainnya dari pemerintah.
“Untuk bantuan guru honorer sedang disiapkan. Itu akan diberikan mulai Juli 2025 kepada guru honorer non-ASN yang belum dapat bantuan apapun, serta belum mendapatkan tunjangan apapun,”kata Nunuk di Jakarta, Jumat 16 Mei 2025.
Dia menyebutkan bahwa dukungan finansial ini akan disediakan untuk jangka waktu enam bulan dengan jumlah mencapai antara Rp300 ribu sampai Rp500 ribu tiap bulannya. Uang tersebut nanti akan di transfer langsung ke rekening pribadi para guru setelah proses verifikasi selesai dilakukan lewat platform Info GTK.
Agar tetap transparan dan merata, Kemendikdasmen pun akan menyediakan fasilitas untuk mengeluhkan masalah. Guru-guru yang sudah terekam di Dapodik serta telah mengecek akun bank mereka lewat Info GTK tapi belum mendapat bantuan, diperbolehkan untuk mengirim keluhan.
Dukungan ini adalah sebagian dari 4 PHTC (Program Prestasi Mengagumkan Cepat) yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti bersama dengan Presiden Prabowo Subianto dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas yang terjadi tanggal 2 Mei kemarin.
Satu di antara program Unggulan yang dimilikinya ialah pemberian bantuan langsung kepada guru honorer bukan ASN sebagai apresiasi terhadap kerelaan dan komitmennya dalam bidang pendidikan.
Tindakan ini seharusnya disambut positif karena mengakui usaha para guru honorer bukan ASN yang telah lama menjadi fondasi pendidikan, terlebih di daerah-daerah terpencil.
Tetapi, pertanyaannya besar adalah: adakah cukupnya Rp300-500 ribu setiap bulan?
Nominal itu tentu dapat dilihat sebagai ungkapan keprihatinan, namun apabila disandingkan dengan keperluan sehari-hari, besarnya tetap terbilang rendah.
Banyak guru honorer yang melayani dengan gaji di bawah upah minimum regional dan tidak mempunyai perlindungan sosial.
Karenanya, program ini seharusnya memulai perubahan dalam pelindungan bagi guru non-ASN, bukannya hanya sebagai solusi sementara.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah perlu menjamin bahwa tahapan pemeriksaan berjalan dengan lancar serta jelas bagi semua orang. Harus dihindari situasi dimana seorang guru yang telah mengabdi cukup lama bisa dilewati sistem Data Pokok Pendidikan hanya gara-gara masalah birokrasi.
Pemerintah harusnya menganggap guru honorer tidak cuma sebatas "pekerja sementara," tetapi perlu dihargai sebagai pahlwan pendidikan dan berhak mendapatkan apresiasi melebihi dari sekedar bantuan uang jangka pendek. ***